Minggu, 30 Desember 2018

Ini Dunia Mereka

Hanya tinggal menunggu beberapa saat lagi untuk menyambut gegap gempitanya ahir tahun 2018 yang secara umum dirayakan oleh sebagian makhluk di bumi dengan segala gebyar dan jenisnya.

Bagaimana denganku, dengan keluarga kami?, pun seperti kebanyakan keluarga muslim lainnya bahwa kami tidak merayakannya walaupun nyatanya keluarga besarku merayakan Tahun Baru sebagai rangkaian Hari Raya dari keyakinan yang mereka anut.

Ya, aku adalah seorang mualaf ketika 25 tahun yang lalu memutuskan pilihan untuk dipinang laki-laki muslim kawan sekolah sejak SLTP.
Perjalanan yang tidak mudah, namun kami dapat melewatinya hingga sejauh ini dengan seorang puteri dan putera yang menemani hari-hari kami.

Baru 20 menit lalu suamiku berangkat ke Sukabumi Jawa Barat karena ladang kerjanya ada disana, bisnis jual beli hasil perkebunan karet. Sambil menunggu kendaraan yang menjemput, aku duduk di sofa ruang tamu mengamati beberapa anak kecil yang tengah bermain dengan bujang kecilku yang sekarang sudah kelas enam SD.

Ada Muhammad Rafa Nurwiratama yang licah gerakan silatnya, ada Raka Pradipta Alfitra yang bicaranya agak tersendat-sendat tetapi sangat aktif, ada Faris Azam Noval Gunawan yang bertubuh tambun dan usianya paling muda serta masih menangis kalau digoda oleh temannya yang lebih tua.
Ohya, ada lagi Muhammad Arik Abdullah yang bertubuh kerempeng dengan suaranya yang cempreng dan teriakannya yang memekakan telinga. Sedangkan Rafii Fathan Damario anakku, diantara mereka yang paling tua usianya dan sekolahnya. Karena merasa senior jadi dia lebih memilih menjadi leader dari teman-teman kecilnya.

Rumahku adalah istana anak-anak, mereka bebas bermain apa saja di ruang tamu, ruang tengah bahkan di dapur, hanya jika ada tamu mereka kuminta main di halaman belakang dibawah pohon ceri.
Jenis permainannyapun bermacam-macam, main mobilan Hotwheels yang imut kecil-kecil, main mobilan sungguhan yang bisa dinaiki dua orang, berenang di teras samping rumah dengan kolam plastik berukuran 1,5 x 2 mt yang harus dipompa dulu dan diisi air jika ingin digunakan, main kemah-kemahan dengan mendirikan tenda diruang tamu,  main bulu tangkis diruang tamu, bahkan main kuda lumping dengan segala atribut kuda lumping sungguhan.
Meniru seni tari tersebut apabila pemain "Ndadi", mereka akan lebih heboh dibanding pemain yang sungguhan. Lompat-lompat diatas kasur, guling-guling di lantai, naik turun tangga ke lantai dua, dan naik turun sofa diruang tamu, dengan suara teriakan, jeritan bahkan suara musik yang dinyayikan dari mulut-mulut mungil mereka.

Kalau sudah begitu, aku hanya dapat melihat mereka dengan tersenyum karena ruang tamu jadi seperti kapal pecah, semua mainan, bantal kursi pindah tempat di lantai berserakan.
Kalau sebagian orang mungkin akan merasa sumpek dengan banyaknya anak-anak bermain yang kadang jumlahnya lebih dari sepuluh orang.
Tetapi aku santai saja, karena suka melihat mereka bermain, kadang bertengkar, baikan dan bertengkar lagi.

Aku mempunyai aturan khusus ketika mereka bermain : yang pertama masuk rumah harus menngucap salam (kalau lupa mereka kuminta untuk keluar lagi dan mengucap salam), yang kedua boleh makan apa saja yang ada di meja tamu atau meja makan asalkan ijin dahulu (karena aku mengajarkan kejujuran dan berbagi, kalau tidak izin kuberi lebel "mencuri"), dan aturan yang terahir adalah boleh main apasaja tetapi setelah selesai diletakkan kembali ke gudang mainan.

Alhamdulillah sampai sejauh ini anak-anak mematuhinya dan mereka tetap saja tidak kapok untuk datang dan datang lagi.
Ohya, satu hal lagi yang wajib bagi mereka adalah ketika gema adzan terdengar, mereka harus bergantian wudu dengan tertib dan memakai sarung yang telah kusiapkan apabila ada yang memakai celana pendek untuk berangkat bersama ke masjid disebelah rumah.

Anak- anak tetaplah anak-anak, mereka memiliki dunianya sendiri untuk menikmatinya dalam menghabiskan waktu bersama. Dunia mereka hanyalah sekolah, mengaji, bermain dan bermain.
Barusan kusaksikan Rafii  (bujang kecilku), bersama keempat temannya asyik ngeflog dengan gerakan-gerakan silat. Dia yang mengarahkan dan merekam keempat teman kecilnya tersebut, dan anehnya mereka menurut semua. Kuamati dan aku berguman dalam hati, "Anak ini memiliki jiwa pemimpin", semogalah kelak demikian.

Anak-anak lebih cepat mempelajari hal baru, tidak sepertiku yang loadingnya mulai lemot apabila belajar gawai dari mereka. Yang membuatku heran, semua tentang aplikasi di android mereka kuasai.

Waktu terus merambat pelan, sudah lebih dua jam dari tengah hari, berarti hanya 10 jam kedepan tahun berganti. Ada yang membuat resolusi ini itu, yang entah dalam prakteknya kesampaian atau tidak, ada yang membuat targer-target tertentu,  ada juga yang pasrah dan apatis menjalani hari dan hidup apa adanya.

Sesaat aku berteriak karena melihat Azam si gembul berkejaran dengan Rafa dan Raka di tangga, hendak main petak umpet.
Uff...konsentrasi jadi terpecah ( mereka tidak tahu kalau kegiatan mereka kali ini kurekam dalam sebuah tulisan ).

Itulah dunia anak-anak, lugu dan polos. Tidak sibuk memikirkan acara malam tahun baru, tidak binggung membeli ayam, ikan dan jagung untuk dibakar nanti malam, apalagi minta terompet!.
Sebagian kita masih saja merayakannya dengan liburan ke pantai, ke hotel berbintang, ke tempat wisata dan party-party khusus dengan drescod tertentu, kecuali  umat yang memang merayakannya.

Kita ini sering latah dan senang dianggap modern, kekinian dengan budaya-budaya yang dianggap keren dan tidak kampungan. Padahal sesungguhnya itu bukan nilai-nilai luhur adat budaya nenek moyang, apalagi muslim.
Bagaimana menangkis budaya itu yang datang kemudian seiring perkembangan tehnologi?
Yang paling mungkin adalah dari keluarga sendiri, mari selamatkan anak-anak kita mutiara berharga, generasi masa depan yang harus dapat berjuang, bertahan dalam arus global era milenial dengan bekal agama dan akhlak.
Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah Swt dalam hal kebaikan.

#SalamAlineaku
#KMO14
#Yulisatriginayu